Blog

resensi01

Judul : Tak di Ka’bah, di Vatikan, atau di Tembok Ratapan, Tuhan Ada di Hatimu
Penulis : Husein Ja’far Al-Hadar
Penerbit : Noura
Cetakan : Ke-3, 2020
Tebal : 203 hlm
ISBN : 978-623-242-147-9

Apa yang terbersit di benak ketika melihat banyak perbedaan pendapat menjadi sumber saling caci antar manusia? Ketika melihat fenomena penuntutan hak atas diri? Ketika banyak pesan-pesan share di WA yang entah benar ataukah tidak? Ketika ada kebenaran namun masih menyisakan rasa tak nyaman untuk membenarkan? Ketika hijrah menjadi populer di masyarakat?

Tak di Ka’bah, di Vatikan, atau di Tembok Ratapan, Tuhan Ada di Hatimu hasil karya Husein Ja’far Al-Hadar ini agaknya ditulis berangkat dari berbagai fenomena yang terjadi dewasa ini. Buku ini merupakan hasil perenungan dari penulis dimana ia mencoba menggali substansi dari setiap apa yang tertulis di al-Quran dan Hadist untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam menyikapi fenomena yang ada. Dalam prolognya misalnya, fenomena terkait Covid-19 yang membuat semua tempat ibadah sepi membuatnya berfikir bahwa sejatinya tempat ibadah adalah seluruh bumi, dimana bisa melihat Tuhan dan membuatnya bersujud. “Masjid bisa dirobohkan, Ka’bah bisa sepi, tapi hati manusia yang beriman akan abadi dalam ketaatan dan kecintaan pada-NYA”, tulisnya.

Terdiri dari empat tema besar yakni : 1) Hijrah; 2) Islam Bijak, Bukan Bajak; 3) Akhlak Islam; 4) Nada, Canda dan Beda. Empat tema besar tersebut Husein breakdown menjadi artikel-artikel yang sangat mengena sekali. Ia membicarakan tentang hijrah, dimana banyak orang berhijrah hanya pada aspek ritual. Hijrah yang seharusnya haruslah mencakup aspek spiritual, kultural, filosofis, dan sosial. Jika hijrah dilakukan dengan sebenar-benanrnya maka islam bijak pun akan terealisasi dengan baik. Dalam tulisannya dikatakan bahwa untuk mendapatkan kebijaksanaan, maka kebenaran harus bersayapkan kebaikan dan keindahan. Kebaikan dan keindahan dapat tercermin dalam akhlak yang mulia, santun dan penuh budi pekerti. Dalam tema terakhirnya Husein mengulas tentang dakwah dan media. Kita hidup di era dimana banyak media yang dapat digunakan untuk berdakwah. Film, komedi, dan musik. Lebih modern jika dibandingkan dengan zaman Sunan KaliJaga yang menggunakan wayang, Nasrudin Hoja yang menggunakan komedi, dan Sunan Bonang yang menggunakan Bonang, di era ini kita memiliki youtube, standup comedy, dan band religi. Hendaknya kita gunakan media dimana generasi muda berkumpul disana.

Buku ini menyadarkan kita bahwa kita perlu merenungi untuk mendapatkan substansi. Ada hikmah disetiap kisah. Untuk mendapatkan hikmah kita perlu merenung sedalam-dalamnya. Fokus kepada diri sendiri, semakin banyak mengkaji, semakin sadar betapa sangat kerdilnya pikiran kita. Tunaikan semua kewajiban, jangan terus-terusan hanya menuntut hak. Berangkatlah dari Al-Quran dan Hadist untuk lebih mengenal diri sendiri. Seperti kata ulama “Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya”. Selaras dengan ayat yang pertama kali di turunkan. Iqra’. Bacalah. Membaca segala sumber, membaca apa yang disekitar kita. Semoga dengan membaca buku ini kita lebih mawas diri dan lebih mampu mengenali diri. (usw)

Leave a Comment

Your email address will not be published.