
Krisis Literasi, Kita Bisa Apa?
Oleh: Nathania Shalom (XI Geo)
Sistem pendidikan di Indonesia masih membutuhkan perhatian lebih. Apalagi, sistem pendidikan yang ada saat ini masih terbilang rendah dibandingkan negara lainnya dalam aspek literasi. Dilansir dari situs U.S.Career Institute, negara yang memiliki tingkat literasi yang tinggi antara lain Finlandia, Greenland, Norwegia, Ukraina, dan Korea Utara. Negara tersebut memiliki literasi yang tinggi bukan karena faktor keberuntungan, tetapi karena masyarakat diketahui memiliki akses ke berbagai sumber ilmu pengetahuan cukup tinggi terutama dalam hal literasi. Berbeda dengan negara Indonesia yang memiliki minat baca yang masih kurang.
Banyak faktor penyebab rendahnya minat baca. Lingkungan keluarga menjadi faktor utama rendahnya minat baca. Jika lingkungan keluarga saja sudah tidak membudayakan kebiasaan membaca, bahkan tidak mengenalkan pentingnya kebiasaan membaca buku, dari mana benih-benih minat membaca dapat tumbuh? Kebiasaan anak akan terpola dari penanaman kebiasaan lingkungan keluarganya.
Faktor lain yang sebenarnya paling kuat dan menentukan tindakan kita yaitu niat dalam diri kita sendiri. Jika di dalam diri sendiri saja kita tidak memiliki ketertarikan dalam membaca maka jangankan membaca buku, menyentuh atau mendengar judul buku saja mungkin rasanya sudah malas dan mengantuk. Hal ini terlihat dari beberapa pertanyaan mengenai judul buku yang diajukan oleh guru bahasa Indonesia. Banyak teman-teman yang kesulitan menyebutkan judul buku yang pernah dibacanya. Ini menjadi salah satu cerminan bagaimana budaya membaca tumbuh di lingkungan sekolah.
Menyikapi rendahnya minat baca di Indonesia, permasalahan ini pun juga terasa di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Siswa-siswi SMK Negeri 2 Yogyakarta juga masih kurang dalam minat baca. Ada banyak hal yang bisa menjadi penyebab kurangnya minat baca di SMK Negeri 2 Yogyakarta seperti kurangnya waktu literasi yang diberikan. Waktu literasi hanya 15 menit, namun untuk pengkondisian di awal pelajaran belum sepenuhnya disiplin. Belum lagi pengurangan waktu literasi untuk leadership karakter atau ada siswa yang lupa membawa buku literasi. Konsekuensi meminjam buku di perpustakaan menjadikan siswa kehilangan waktu literasi karena jarak kelas ke perpustakaan yang lumayan jauh.
Malasnya membawa buku bacaan juga menjadi salah satu faktor kurangnya minat baca di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Banyak alasan yang membuat mereka malas membawa buku contohnya seperti menambah berat tas. Buku bacaan memang bisa menambah berat tas, karena itu mungkin mereka tidak ingin membawa beban tambahan. Lalu, kurangnya kebiasaan membawa buku bacaan juga bisa menjadi salah satu faktor rendahnya minat baca di sekolah. Jika tidak terbiasa membawa buku bacaan, mereka mungkin merasa tidak perlu atau tidak memerlukannya.
Alasan lain penyebab kurangnya minat baca di SMK Negeri 2 Yogyakarta dikarenakan gawai yang mereka bawa terlihat lebih menarik daripada membaca buku. Banyak siswa yang beralasan mereka menggunakan gawai untuk membuka e-book, padahal literasi yang sebenarnya adalah membaca buku. Dalam beberapa studi, ditemukan fakta bahwa pembaca buku biasa cenderung lebih mudah untuk mengingat keseluruhan alur dari cerita yang sudah dibaca dibandingkan dengan pembaca e-book. Hal ini disebabkan ketika sedang membaca buku biasa seseorang akan membuka halaman per halaman dari buku bacaannya sehingga dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi indera peraba dengan indera visual dari orang tersebut. Sensasi-sensasi seperti ini tentunya tidak akan ditemukan ketika seseorang membaca e-book di perangkat elektronik yang cenderung memiliki banyak pengalih perhatian sehingga merusak fokus seseorang dari bacaannya. Alih-alih membaca e-book, namun notifikasi media sosial sangat mudah mengalihkan minat membaca menjadi scroll konten.
Penyebab kurangnya minat baca lainnya juga bisa dikarenakan pembiasaan dalam keluarga yang memberikan gawai sejak dini. Hal ini bisa dilihat dari seringnya orang tua memberikan gawai kepada anaknya di saat anaknya sudah mulai terlihat bosan. Terkadang anak-anak yang rewel disuguhi gawai sebagai hiburan sehingga anak-anak terbiasa dengan itu. Bisa kita lihat juga sekarang ini saat anak sedang makan, orang tua memberikan gawai untuk menonton atau bermain game alasannya agar anak mereka bisa duduk dengan tenang dan makan. Bahkan banyak anak-anak yang masih berusia dini (0-6 tahun) sudah bisa menggunakan aplikasi Instagram, Tiktok, atau Youtube.
Bukan hanya dari lingkungan keluarga saja, lingkungan pertemanan juga dapat mempengaruhi rendahnya literasi siswa. Setiap anak memang memiliki karakter yang berbeda-beda. Beberapa anak begitu takut tidak memiliki teman sehingga mereka mengikuti temannya meskipun mereka melakukan hal yang salah. Ada juga anak yang acuh bila tidak memiliki teman. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan sangat dirugikan bagi anak yang memiliki kemampuan yang lebih dalam di bidang akademiknya.
Lingkungan yang positif akan memberikan dampak yang positif juga terhadap masa depan kita. Membangun lingkungan yang positif sangatlah penting untuk mendukung pembelajaran dengan mempertimbangkan gaya belajar dan kebutuhan. Hal ini terdapat pada aspek terpenting dalam teori ekologi mikrosistem Bronfenbrenner adalah faktor utama perkembangan kepribadian setiap individu merupakan hasil interaksi dengan lingkungan terdekatnya, salah satunya yaitu teman sebaya. Psikologi sebagai ilmu bertujuan untuk memahami berbagai situasi siswa, oleh karena itu psikologi memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan.
Dari beberapa penyebab yang sudah dijabarkan di atas kita bisa mencari solusi untuk meningkatkan minat baca siswa-siswi di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Cara yang pertama bisa dengan menambah waktu untuk literasi. Dari yang awalnya hanya 15 menit mungkin bisa ditambah menjadi 25 sampai 30 menit. Jadi untuk kelas yang ingin melakukan leadership karakter terlebih dahulu bisa tetap mempunyai waktu 10 sampai 15 menit untuk literasi. Begitu juga dengan mereka yang merasa kelasnya jauh dari perpustakaan bisa tetap mempunyai waktu untuk melakukan literasi. Dengan begitu tidak ada alasan lagi untuk tidak literasi dengan waktu yang sudah ditentukan.
Cara yang kedua bisa dengan cara memulai simulasi literasi awal kepada anak sejak dini, dimulai dari tahun pertama kelahirannya. Mengapa harus dengan cara tersebut? Karena usia dini yang berkisar antara 0 – 6 tahun adalah usia emas (golden age) dimana pada masa itu, otak anak berkembang demikian pesatnya hingga 80%. Untuk itu pada masa usia dinilah perlu adanya rangsangan yang baik agar otak anak berkembang dengan baik pula. Di rumah, orang tua lah yang sangat berperan sebagai pengawas tumbuh dan berkembangnya anak-anak. Orang tua bertugas menambah pengetahuan, terutama seputar pertumbuhan anak. Jadi, cara kedua ini sangat membutuhkan peran orang tua untuk melakukannya.
Menambah koleksi bacaan yang sesuai minat siswa dapat dilakukan sebagai upaya meningkatkan budaya literasi di sekolah. Bisa kita lihat generasi saat ini lebih menyukai buku yang relevan dengan tampilan menarik seperti berwarna atau disertai ilustrasi gambar menarik. Selain itu, buku dengan bahasa yang mudah dipahami serta tebal halaman yang tidak terlalu banyak lebih diminati siswa. Buku-buku yang disediakan harapannya menjadi solusi dan pembuka wawasan dari permasalahan maupun tantangan pembaca dalam hal ini adalah siswa. Permasalahan penyediaan buku bacaan yang menarik minat siswa ini menjadi tantangan tersendiri karena buku-buku tersebut akan bersaing dengan media sosial dan game online.
Zaman sekarang ini ketertarikan terhadap sesuatu itu hanya tiga detik, jadi ketika kita menonton, mendengar musik, dan memilih buku kalau tiga detik pertama tidak menarik, langsung akan ditinggalkan. Sementara itu, di antara anak muda sendiri masih terdapat stigma bahwa orang yang gemar membaca buku di zaman digital ini adalah orang yang kaku, serius, bahkan aneh, sehingga mereka lebih memilih membaca di ruang-ruang privat. Gerakan literasi seperti klub buku menjadi jawaban untuk membuat ruang aman dan nyaman bagi penggemar membaca buku. Semua orang yang tergabung dalam klub buku seperti Jakarta Book Party, memiliki satu pandangan yang setara, yakni tidak ada buku bagus atau jelek dan tidak ada yang lebih pintar dengan buku yang dibacanya.
Selanjutnya bisa dengan cara mengadakan lomba-lomba literasi yang bisa diikuti seluruh siswa-siswi SMK Negeri 2 Yogyakarta. Seperti contoh lomba membuat cerpen, menulis novel, membuat puisi, dan lain sebagainya. Setelah itu jika sudah ditentukan pemenangnya bisa diberikan apresiasi atau hadiah. Cara lainnya bisa juga wawancara setiap bulan mencari sesuatu yang berhasil membaca atau meminjam buku di perpustakaan lalu memberi apresiasi atau hadiah kepada siswa atau siswi yang terpilih. Dengan cara Itulah bisa meningkatkan minat baca pada siswa-siswi SMK Negeri 2 Yogyakarta.
Cara berikutnya kita harus bisa memanfaatkan teknologi dengan benar. Dengan cara menggunakan media sosial dengan bijak dan secukupnya. Kita harus menggunakan media sosial dengan bijak karena zaman sekarang rentan terjadi kejahatan cyber dan juga banyak sumber informasi yang tidak terpercaya. Sebelum kita menerima informasi di media sosial, kita harus membaca dengan lebih teliti agar tidak mendapatkan informasi yang salah. Kita juga harus mengatur waktu pada saat menggunakan gawai dan internet. Jika tidak bisa mengatur waktu, kita akan kecanduan yang terkena dampak negatif dari gawai itu sendiri.
Hal yang paling penting untuk meningkatkan minat baca adalah perlunya niat yang berasal dari diri kita sendiri. Tanamkan pada diri sendiri bahwa kamu memang ingin membaca. Kemudian temukan cara baca yang paling nyaman dan sesuai dengan diri kita sendiri. Jika merasa tetap sulit untuk menanamkan minat baca bisa menerapkan aturan 50, yang dimaksud dari aturan 50 adalah ketika kamu membaca buku dan pada halaman ke 50 kamu bia memutuskan apakah buku bacaan tersebut cukup menyenangkan atau tidak? Apakah buku bacaan tersebut sesuai dengan seleramu?
Dari penjabaran di atas dapat kita simpulkan bahwa kita sebagai generasi muda saat ini perlu kesadaran dalam diri kita sendiri bahwa pentingnya membaca untuk menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan kita. Karena membaca adalah jendela ilmu, semakin luas wawasan dan pengetahuan kita maka itu akan mempengaruhi cara berfikir kita dan perilaku kita. Perlu kerjasama dari pihak-pihak terkait seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk meningkatkan minat baca di kalangan anak-anak. Kemajuan teknologi dapat juga menunjang hal tersebut jika dimanfaatkan dengan baik dan bijaksana.(Ana@06/10/2024)

Nathania Shalom Putri Utama; lahir di Yogyakarta, 21 Januari 2008. Kini ia tercatat sebagai siswi SMK Negeri 2 Yogyakarta Kelas XI Teknik Geomatika. Ia memiliki hobi menari dan mendengarkan musik. Ia aktif dalam organisasi Dewan Ambalan (DA) dan juga Palang Merah Remaja (PMR). Penulis dapat dihubungi melalui email nathaniashalomputri@gmail.com atau nomor Whatsapp 081392965164.

