Blog

buku1

Oleh: Hendra Febriyanto

Saat ini, dunia kita sedang terobsesi dengan teknologi digital. Semua orang berlomba lomba agar terlihat maju di kancah modern hingga mereka lupa bahwa apa yang mereka lakukan belum tentu bermanfaat bagi diri mereka. Tak hanya teknologi, di era zaman sekarang, literasi telah berkembang dari literasi membaca dan menulis menjadi literasi digital dan literasi media, yang menuntut kita untuk lebih memahami dan menggunakan informasi dari sumber digital dan media secara kritis. Meskipun akses tersebut sangat mudah didapatkan, namun masih menghadapi tantangan yang sangat besar dalam meningkatkan tingkat literasi, terutama pada kalangan pelajar.

Salah satu tantangan yang paling mencolok adalah rendahnya minat baca. Perkembangan teknologi yang cepat terutama dalam bentuk media sosial membuat seseorang lebih memilih hiburan visual yang cepat di cerna daripada melakukan sesuatu hal seperti membaca buku. Kebiasaan ini mengurangi kemampuan membaca yang mendalam juga kemampuan berpikir kritis, sehingga kebiasaan ini dapat berdampak pada kesadaran diri atau self-awareness seseorang.

Menurut Liliweri self-awareness adalah kemampuan untuk mengintropeksi diri dan kemampuan untuk mendamaikan diri sebagai individu yang terpisah dari lingkungan dan orang lain. Jadi, ketika kita terlalu sering melakukan kebiasaan dengan konten singkat yang cepat dicerna tersebut, maka kita kemungkinan dapat menjadi individu yang terpisah dari lingkungan, ini akan sulit untuk kembali atau memulai kebiasaan baru untuk literasi. Cara yang tepat untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan Pembangunan budaya membaca. Lembaga pendidikan, masyarakat, dan pemerintah secara keseluruhan perlu berkerja sama untuk membangun budaya membaca yang kuat di Indonesia. Ini dapat dilakukan melalui kampanye-kampanye literasi, mengadakan program-program membaca bersama, dan Pembangunan ruang baca yang nyaman, bersih, dan akses yang mudah di berbagai tempat seperti sekolah, perpustakaan kota maupun daerah, dan pusat komunitas.

Selain itu, Kurangnya akses terhadap bahan bacaan juga memainkan peran penting dalam masalah literasi. Di banyak daerah khususnya di daerah pedesaan dan terpencil, akses terhadap buku dan bahan bacaan lainnya masih sangat terbatas, tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap perpustakaan, toko buku, atau bahan bacaan berkualitas. Hal ini membuat banyak anak-anak khususnya pelajar tidak memiliki kesempatan untuk membaca dan mengembangkan keterampilan literasi mereka. Alhasil, tujuan membangun Indonesia emas akan menjadi mimpi yang terkubur hidup hidup. Solusi tepat dari permasalahan ini, kita bisa menyediakan akses terhadap bahan bacaan. Pemerintah, sekolah, dan komunitas perlu bekerja sama untuk meningkatkan akses terhadap buku dan bahan bacaan literasi lainnya. Sehingga generasi kita dapat berkembang dan mewujudkan Impian-impiannya.

Permasalahan literasi juga terkait erat dengan kesenjangan sosial-ekonomi. Keluarga dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah sering kali kesulitan dalam menyediakan akses buku atau perangkat teknologi yang dapat mendukung pendidikan literasi bagi anak-anak mereka, sehingga anak-anak dari keluarga tersebut memiliki akses yang lebih terbatas terhadap literasi. Untuk mengatasi kesenjangan sosial ekonomi dalam hal literasi, pemerintah perlu mengambil Langkah-langkah konkret untuk meningkatkan akses terhadap bahan bacaan dan teknologi bagi keluarga dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah. Ini dapat dilakukan melalui program beasiswa, penyedia buku-buku gratis, dan program literasi yang menyasar ke keluarga-keluarga tersebut.

Masalah gangguan teknologi juga masih menjadi tantangan besar dalam literasi masa kini. Meskipun teknologi sekarang ini dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk mengakses informasi, terlalu banyak gangguan dari perangkat seperti smartphone, televisi, dan tablet dapat menganggu kualitas membaca. Alih-alih kita ingin memanfaatkan teknologi untuk mendukung literasi, banyak masyarakat lebih memilih menggunakan perangkat mereka untuk hiburan semata yang sering kali tidak memberi manfaat pada diri mereka. Untuk menghadapi masalah seperti ini, bisa dilakukan dengan pendekatan yang cermat dalam menggunakan teknologi, pemerintah dan sekolah dapat mendorong penggunaan gawai untuk mendukung literasi, misalnya dengan mengembangkan aplikasi membaca yang interaktif atau menyediakan platform yang mendukung literasi. Selain itu, peran guru dan orang tua juga harus mendidik anak anaknya untuk menggunakan teknologi secara seimbang. Sehingga, mereka tidak kehilangan kemampuan berpikir kritis serta kemampuan fokusnya yang mendalam.

Tantangan literasi masa kini mencakup berbagai aspek yang saling terkait, mulai dari rendahnya minat baca, kurangnya akses terhadap bahan bacaan, masalah kesenjangan sosial-ekonomi, dan gangguan teknologi. Untuk mengatasi masalah ini, selain upaya dari beberapa pihak seperti pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas dan keluarga. Upaya literasi juga harus dilakukan dari dalam diri kita. Upaya ini bisa kita lakukan dengan memulai kembali kebiasaan literasi, ini terdengar sulit bagi seseorang yang baru pertama kali memulai hal tersebut. Tetapi, dalam buku yang berjudul The Mindful Hustle, ada beberapa quotes yang membantuku untuk kembali pada kebiasaan membaca buku atau literasi. Ingat, dalam urusan ini, kita tidak akan pernah sendiri. Ada puluhan juta orang di luar sana yang juga sedang mengalami masalah kesulitan dalam literasi. “Kalau kamu baru mulai sekarang, ngak apa-apa. Mungkin terlihat terlambat di timeline orang lain, tapi sebenarnya kamu ada di waktu yang tepat dalam timeline-mu sendiri.” “The only person should compare to, is the person you were yesterday.” “There is no expiration date to reinventing yourself.”

Membaca buku telah menjadi bagian penting dalam perjalanan hidup saya, meskipun preferensi bacaan saya terus berkembang seiring waktu. Setiap fase dalam hidup saya diwarnai dengan buku-buku yang memberi pengaruh pada cara saya melihat dunia, memproses informasi, dan mengasah imajinasi. Dari buku anak-anak hingga buku tentang produktivitas.

Kenangan saya tentang membaca dimulai saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar, di mana saya berkenalan dengan buku yang berjudul Quaks. Buku ini menjadi favorit saya karena ceritannya yang penuh petualangan dan karakter yang lucu. Membaca Quaks memberi saya kesempatan untuk tenggelam dalam dunia yang penuh imajinasi dan fantasi, yang bagi seseorang anak SD terasa seperti pelarian yang menyenangkan dari realitas sehari-hari. Di usia itu, saya belum tertarik dengan buku yang tebal atau berat, jadi Quaks adalah buku yang sempurna. Karakter-karakternya mudah diingat, ceritannya tidak terlalu rumit, tetapi cukup menarik untuk membuat saya terus membaca. Saat itu, saya mulai merasakan betapa menyenangkannya membaca, terutama karena buku ini membuat saya merasa seperti sedang berada di tengah tengah petualangan seru bersama para karakternya.

Ketika memasuki masa SMP, preferensi bacaan saya mulai berubah. Saya mulai tertarik pada komik dan manhwa (komik asal Korea), dan salah satu manhwa yang saya nikmati adalah Wind Breaker. Manhwa ini bercerita tentang kehidupan remaja dengan latar belakang balapan sepeda, penuh dengan aksi dan persahabatan. Tema ini sangat relevan dengan kehidupan saya sebagai remaja, di mana pencarian jati diri dan petualangan adalah hal yang sangat saya minati.

Membaca Wind Breaker tidak hanya menawarkan hiburan, tetapi juga memperkenalkan saya pada budaya dan gaya hidup yang berbeda. Gambar-gambar yang menarik serta alur cerita yang dinamis membuat saya betah membaca manhwa ini selama berjam-jam. Saya merasa bisa terhubung dengan karakter utamanya, yang menghadapi berbagai tantangan baik di dalam maupun di luar balapan. Kisah ini membantu saya memahami nilai-nilai seperti kerja keras, persahabatan, dan ketekunan dalam mencapai tujuan.

Saat beranjak ke bangku SMK, saya mulai tertarik dengan novel remaja, dan salah satu novel yang berkesan bagi saya adalah Geez & Ann. Novel ini mengisahkan tentang cinta pertama dan perjalanan emosi yang dialami oleh dua karakter utamanya, Geez dan Ann. Membaca novel ini membuka mata saya terhadap dinamika hubungan, baik itu antara sahabat maupun pasangan.

Cerita Geez & Ann terasa dekat dengan kehidupan remaja saya pada saat itu, penuh dengan drama, cinta, dan pencarian jati diri. Novel ini mengajarkan saya tentang pentingnya komunikasi dalam hubungan, serta bagaimana cinta pertama sering kali menjadi pengalaman yang membentuk pandangan kita tentang hubungan di masa depan. Novel ini juga memperkaya perbendaharaan kata dan gaya penulisan saya, karena bahasa yang digunakan sederhana tetapi penuh emosi.

Setelah menginjak bangku kelas tiga, saya mulai mencari bacaan yang lebih relavan dengan kehidupan dewasa dan tantangan produktivitas. Salah satu buku yang memberi saya banyak wawasan adalah The Mindful Hustle, sebuah buku yang membahas tentang cara menjalani kehidupan yang produktif tanpa mengorbankan keseimbangan mental dan emosional.

Buku ini menawarkan pendekatan yang lebih bijaksana terhadap kerja keras. Saya belajar tentang pentingnya mindfulness dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal menjaga keseimbangan antara produktivitas dan Kesehatan mental. Dalam dunia yang penuh dengan tekanan untuk selalu produktif, The Mindful Hustle mengajarkan bahwa kita juga perlu memberi ruang bagi diri sendiri untuk istirahat dan refleksi. Buku ini menjadi semacam panduan bagi saya dalam mengelola waktu, energi, dan prioritas, sehingga saya bisa belajar dengan efisien tanpa merasa terbebani. Membaca buku ini juga memberi saya perspektif baru tentang kesuksesan. Saya menyadari bahwa sukses tidak selalu diukur dari seberapa keras kita bekerja atau seberapa banyak hal yang bisa kita capai dalam waktu singkat. Sebaliknya, sukses juga berarti bisa menjalani hidup dengan seimbang, Bahagia, dan penuh makna.

Perjalanan membaca saya dari SD hingga dewasa telah mengubah cara saya melihat dunia dan menghadapi tantangan hidup. Setiap buku yang saya baca di setiap tahap kehidupan menawarkan sesuatu yang berbeda, baik itu petualangan, Pelajaran hidup, atau panduan praktis untuk menjadi lebih baik. Membaca telah membantu saya tumbuh sebagai individu, mengasah imajinasi, memperkaya pengetahuan, serta memberi saya alat untuk mengatasi berbagai tantangan yang saya hadapi. Dari Quaks hingga The Mindful Hustle, setiap bacaan telah memberi warna dan makna dalam perjalanan saya. Dan meskipun preferensi bacaan saya mungkin akan terus berubah, satu hal yang pasti adalah membaca akan selalu menjadi bagian penting dari hidup saya.

Jelas bahwa tantangan-tantangan literasi di masa kini membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak. Permasalahan seperti rendahnya minat baca, kurangnya akses terhadap bahan bacaan, masalah kesenjangan sosial-ekonomi, dan gangguan teknologi adalah hal-hal yang harus dihadapi secara kolektif. Namun, pengalaman pribadi saya dalam membaca juga menunjukkan bahwa buku memiliki kekuatan untuk memengaruhi cara kita berpikir, berperilaku, dan menghadapi kehidupan. Baik itu dari petualangan imajinatif di masa kecil hingga buku produktivitas di masa menjelang dewasa ini, membaca tetap menjadi sarana penting untuk pertumbuhan dan pembelajaran. Mengatasi tantangan literasi bukan hanya tentang menyediakan akses, tetapi juga dari dalam diri, menumbuhkan kebiasaan dan minat baca sejak dini di berbagai lingkungan.(Ana@06/10/2024)

Hendra Febriyanto; lahir di Gunungkidul, 16 Juni 2006. Kini ia tercatat sebagai siswa SMK Negeri 2 Yogyakarta kelas XII Jurusan Teknik Instalasi Tenaga Listrik. Ia memiliki hobi membaca buku, mendengarkan musik, dan Olahraga. Ia aktif dalam organisasi Technical Mountaineering Club (TMC). Pada tahun 2021/2022, ia dinobatkan sebagai lulusan terbaik II SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Penulis dapat dihubungi melalui email hendraafebri@gmail.com atau nomor Whatsapp 088232702375.

Leave a Comment

Your email address will not be published.