
Masa Depanku Ada di Tanganku
Oleh: Abieza Farra Kusuma (XI DPIB 2)
Pagi itu, mentari baru saja memanjat langit timur. Udara masih segar, embun menempel di dedaunan, sementara burung-burung berkicau riang. Ara duduk di teras rumah sambil memandang cakrawala. Sebuah buku gambar terbuka di pangkuannya, penuh dengan sketsa bangunan yang selama ini memenuhi benaknya. Meskipun baru berusia 17 tahun, Ara sudah memiliki impian besar—ia ingin menjadi arsitek yang bisa membangun kota-kota indah dengan desain yang tak hanya fungsional, tetapi juga estetis.
Sejak kecil, Ara tertarik dengan bangunan-bangunan yang megah dan artistik. Ia ingat pertama kali terpesona melihat gedung pencakar langit ketika keluarganya berlibur ke kota besar. Waktu itu ia masih berusia 10 tahun, tapi saat itu ia sudah tahu bahwa ia ingin menjadi bagian dari orang-orang yang membangun keajaiban seperti itu. “Suatu hari nanti, aku juga akan membangun gedung-gedung seperti ini,” tekadnya dalam hati.
Namun, takdir bukanlah sesuatu yang datang begitu saja. Ara paham bahwa untuk mencapai impiannya, ia harus bekerja keras. Sebagai siswa SMK jurusan arsitektur, setiap hari adalah tantangan. Ia harus mempelajari berbagai hal yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya—dari teknik menggambar, matematika yang rumit, hingga perhitungan struktur bangunan.
Ada kalanya Ara merasa lelah dan frustasi. Tugas-tugas menumpuk, proyek yang harus diselesaikan tepat waktu, dan ujian yang seakan datang bertubi-tubi. Teman-temannya juga sering memberikan komentar yang meragukan keputusannya. “Kenapa sih kamu mau jadi arsitek? Susah lho cari kerjaan di bidang itu,” kata salah satu temannya suatu hari.
Ara hanya tersenyum mendengar komentar itu, meski jauh di dalam hatinya ada sedikit keraguan. Ia bertanya-tanya, apakah benar jalan yang ia pilih ini adalah yang tepat? “Bagaimana kalau aku gagal? Bagaimana kalau aku tidak bisa meraih mimpiku?” pikirnya berulang kali. Setiap kali perasaan itu datang, Ara selalu mengingat kata-kata ayahnya. Sang ayah, seorang pekerja keras yang tak pernah menyerah, sering memberikan nasihat kepadanya, “Ingat, Ara, masa depanmu ada di tanganmu. Bukan di tangan orang lain, bukan di tangan takdir. Kau sendiri yang menentukan ke mana hidupmu akan berjalan.”
Nasihat itu menjadi pegangan hidup Ara. Setiap kali ia merasa ragu, setiap kali dunia terasa terlalu berat, ia selalu kembali pada keyakinan bahwa selama ia berusaha sebaik mungkin, ia bisa menentukan masa depannya sendiri. Dengan keyakinan itu, Ara semakin giat belajar. Ia tahu bahwa dunia arsitektur bukanlah dunia yang mudah, tetapi ia juga yakin bahwa tidak ada mimpi yang mustahil diraih selama ada kerja keras di baliknya.
Malam-malam Ara habiskan di depan meja gambarnya, menumpuk kertas-kertas sketsa yang ia gambar sendiri. Ia juga mulai belajar menggunakan perangkat lunak desain arsitektur yang canggih, yang memungkinkannya untuk membuat desain yang lebih kompleks. Setiap kali ia merasa jenuh, Ara akan mengingat mimpinya untuk menjadi seorang arsitek. Ia membayangkan gedung-gedung megah yang ia desain, berdiri kokoh di tengah-tengah kota besar, disaksikan oleh ribuan orang setiap hari.
Salah satu tantangan terbesar yang Ara hadapi adalah proyek akhir di sekolahnya. Proyek ini adalah salah satu syarat kelulusan, dan Ara tahu bahwa proyek ini akan menentukan langkahnya ke depan. Guru-gurunya memberikan tugas untuk merancang sebuah bangunan publik yang inovatif, dan Ara tahu bahwa ia harus memberikan yang terbaik. Selama beberapa minggu, ia menghabiskan waktu untuk merancang konsep, mencari inspirasi, dan mengerjakan desainnya dengan sepenuh hati.
Di saat teman-temannya mulai berkumpul di kafe atau berjalan-jalan di akhir pekan, Ara tetap berfokus pada proyeknya. Ia tahu, jika ia ingin berhasil, ia harus mengorbankan sebagian kesenangan saat ini demi masa depan yang ia impikan. “Masa depanku ada di tanganku,” ia mengingatkan dirinya setiap kali ia merasa lelah.
Namun, tak semua berjalan mulus. Di tengah pengerjaan proyeknya, Ara mengalami masalah. Desain yang ia buat tampak tidak seimbang, ada bagian yang tidak sesuai dengan perhitungan struktur bangunan. Ini membuat Ara frustrasi. Ia merasa semua kerja kerasnya selama ini mungkin sia-sia. Untuk beberapa hari, ia bahkan berpikir untuk menyerah.
Saat itu, ayahnya kembali memberikan dorongan. “Ara, setiap kesuksesan pasti punya tantangan. Tapi ingat, kamu yang memegang kendali atas hidupmu. Jangan biarkan satu kegagalan kecil menghentikan langkahmu.” Kata-kata itu menyalakan kembali semangat dalam diri Ara. Ia memutuskan untuk memulai kembali dari awal, memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam desainnya, dan memberikan yang terbaik.
Waktu terus berlalu, dan proyek akhir Ara selesai tepat pada waktunya. Pada hari presentasi, Ara merasa gugup tapi juga bangga. Ia telah bekerja keras, dan kini ia hanya bisa berharap bahwa kerja kerasnya akan mendapatkan hasil yang layak. Ketika giliran Ara tiba untuk mempresentasikan desainnya, ia berdiri di depan kelas dengan percaya diri. Ia menjelaskan konsep bangunannya dengan detail, menjawab setiap pertanyaan juri dengan tenang.
Saat itu, Ara sadar bahwa semua usaha dan kerja kerasnya selama ini bukanlah untuk orang lain, melainkan untuk dirinya sendiri. Ia tidak hanya ingin membuktikan kepada dunia bahwa ia bisa, tapi juga kepada dirinya sendiri bahwa ia mampu mengatasi segala tantangan.
Beberapa hari kemudian, hasil penilaian proyek diumumkan. Ara mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya. Ia hampir tidak bisa percaya bahwa semua kerja kerasnya terbayar. Dengan hasil ini, Ara yakin bahwa ia akan diterima di universitas arsitektur impiannya. Langkah pertamanya menuju masa depan yang ia cita-citakan mulai terlihat lebih jelas.
Kini, Ara duduk di meja studionya, merancang proyek pertamanya sebagai mahasiswa arsitektur. Di depannya terbentang sketsa-sketsa gedung yang ia bayangkan akan menjadi bagian dari masa depan kota. Meski perjalanan masih panjang, Ara tahu bahwa ia berada di jalan yang tepat.
“Masa depanku ada di tanganku,” bisiknya pelan, tapi penuh keyakinan. Ia tahu bahwa selama ia terus berusaha, selama ia tetap bekerja keras dan berfokus pada tujuannya, masa depannya akan menjadi seindah mimpi-mimpi yang ia bangun sejak kecil.
Ara tidak lagi meragukan dirinya. Ia tahu bahwa masa depannya, dengan segala peluang dan tantangannya, ada di tangannya sendiri. Dan dengan semangat itu, ia siap melangkah lebih jauh, menuju mimpi-mimpinya yang gemilang.(Ana@06/10/2024)

Abieza Farra Kusuma; Seorang gadis yang berusia 16 tahun dan lahir pada 28 Mei 2008 di Bantul. Tercatat sebagai siswa SMK Negeri 2 Yogyakarta Kelas XI dari jurusan Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan. Ia lumayan aktif dalam organisasi Penggalang Merah Remaja (PMR). Ia memiliki hobi mendengarkan music, menonton film, dan membaca novel maupun komik. Gadis ini memiliki banyak sekali imajinasi dan inspirasi cerita yang ada di otaknya, tapi sayang sekali tidak pernah ia publiskan. Jika anda ingin mengenal banyak tentang gadis ini anda dapat menghubunginya melalui email abiezafk@gmail.com, nomor Whastapp 088239982756, atau melalui Instagram @iizaaa.xs